Sunday, September 30, 2012

Why I Choose Special Education (part1)

          Dahulu kala, saat saya masih duduk dikelas sepuluh,saat saya masih hijau-hijaunya,masih lebih liar dari sekarang (tapi unyu),dan saat jiwa kelaki-lakian saya masih ada dan sangat kental,  saya nyeletuk ke sahabat saya,Helmi bahwa saya ingin kuliah dijurusan yang berhubungan dengan anak-anak disable,tapi itu hanya celetukan spontan yang tidak pernah saya pikirkan bakal menjadi kenyataan seperti sekarang ini. perjuangan saya untuk mendapatkan universitas memang sangat panjang dan sangat menguji batin saya sebagai seorang manusia (setengah monyet). pada awalnya, saya mendapatkan kesempatan untuk ikut program undangan, pilihan pertama saya adalah Desain Komunikasi Visual mengingat hobi saya adalah menggambar animasi. pikir saya saat itu "Daripada hobi gambar gue cuma gue terapin di kertas kosong, dilembar jawab ujian,dimuka teman sebangku, dan dijidat guru yang lebar, mending gue masuk DKV aja,siapa tau gue bisa nerapin gambar gue di galeri-galeri, atau barangkali desain gue bisa jadi sampul majalah serba-serbi waria edisi 101!"   Tapi kenyataan berkata lain, saya gagal seleksi program undangan. Impian saya untuk hidup di dunia desain kandas, hancur, musnah seperti halnya seonggok daging emprit yang tercabik-cabik  oleh gigi anjing bulukan, ngilu...sedih..galau..dan risau.
Program undangan adalah satu-satunya pengaharapan saya ketika itu,gimana enggak? saya tidak ada persiapan sama sekali mengikuti ujuan tertulis. jangankan les, pegang buku soal-soal SNMPTN saja saya tidak pernah. selain itu, tidak ada kata les dalam kamus hidup saya selama 18 tahun ini,alias saya hampir tidak pernah mengikuti les kecuali saat kelas duabelas saya pernah mengikuti les private akuntansi dengan pengajar guru saya sendiri,itupun saya berhenti ditengah jalan. Prinsip saya : "Sekolah cukup untuk membuat kita jadi pintar,Bimbel cuma ganggu tidur siang"  Berkat jasa prinsip arogan saya itu, saya kelabakan menghadapi kenyataan bahwa saya tidak lulus seleksi undangan,saya harus ikut ujian tertulis, dan saya tidak mengenal sepincingpun materinya! Saya, ketika itu merasa Underpressuredown, dan stress . saya yang simple minded ini terpaksa harus berpikir berat, otak saya berada diluar kapasitas untuk melakukannya. Tapi syukurlah ada Ibuk,Pupung dan Helmi, orang-orang tercinta yang memberikan saya semangat bahwa saya pasti akan berhasil.
               Tibalah saatnya saya harus mendaftarkan diri untuk ikut ujian tertulis, di dalam form saya tulis Ilmu komunikasi sebagai pilihan pertama, tetapi saya tidak kepikiran apa yang akan saya pilih untuk memenuhi kolom pilihan kedua. tiba-tiba saya ingat prodi pendidikan khusus. saya SMS ibu saya untuk meminta doa restu perihal pilihan yang telah saya pilih. lalu saya meminta pendapat pacar saya, Pupung. dia bilang "oke" saya tanya Helmi juga, dia bilang "lo harus jadi orang sabar kalo lo emang mau ke bidang itu (Pendidikan khusus)" lalu saya memantapkan hati. saya FIX memilih dua jurusan itu. 
memang benar ketika itu saya punya waktu kurang lebih dua minggu untuk belajar,tapi waktu yang saya benar-benar gunakan untuk belajar tidak lebih dari seminggu. selebihnya? selebihnya saya habiskan waktu saya untuk menikmati kesedihan,kegagalan,dan kenyataan bahwa saya ini pecundang. lalu pada akhirnya saya bisa moving on. Kuncinya adalah saya selalu berdoa kepada Tuhan, agar bisa membahagiakan orang-orang yang saya cintai apapun yang terjadi pada masa depan saya, terutama membahagiakan ibu. itulah doa saya, doa yang terus saya ucapkan ketika menyembah Gusti. Ketika hari H tiba, saya mengerjakannya dengan lancar, kecuali pada soal-soal matematik yang sebijipun tidak saya sentuh. kalian tahu? saya benci angka, tidak suka menghitung, benci menggaris, cinta lengkungan, dan lebih suka sesuatu yang dinamis,berubah,berkembang, baik konkret ataupun abstrak. semua soal mat tak saya ambil pusing, yang terpenting saya sudah melalui ujian.
                Tibalah saat pengumuman, saya ketika itu menyibukkan diri mengurus rumah,semacam "mbabu" dengan mengepel,mencuci,menyapu,mencabuti bulu ayam tetangga DLL. saya rasa itu hal yang paling tepat agar saya lupa "panik" tapi entah kenapa ketika itu hati saya teneng-tenang saja, tidak seperti saat saya menunggu hasil pengumuman program undangan, ngupilpun saya deg-deg'an dan tidak tenang. setelah saya cek diinternet, ternyata memang benar saya lolos (Alhamdulillah) feeling memang tidak berbohong, tapi bukannya diterima di program studi ilmu komunikasi,saya ternyata diterima di program studi Pendidikan khusus di UNS. perasaan saya bercampur antara sedih dan bahagia. sedih karena karena tidak diterima dipilihan pertama, bahagia karena saya lolos!